Menggelombang bagai tetesan hujan jatuh dari angkasa indra penglihat membasahi pipi aku hanyalah manusia biasa mengharap pahala ganjar meratapi dosa-dosa disisimu nan kukenal semenjak lahir kebenua dunia
Mengah ku berdiri di bawah terik mentari sejak kau melangkah menjauh pergi hingga rasa ini mulai memutih masih sering terlihat bayangan duka sedihmu selalu datang selalu kembali tak ada henti sebagai maha kuasa
Burit mulai tiba ketika kala ku niat kan langkah ku menuju kediaman mu menuju suatu harapan indah melepas sebuah kerinduan nan mendalam dengan perasaan gundah gulana ku ketuk pintu hijau nan tertutup lama
Sasap itu langit mulai kelam mega hitam berarak menyatu pantai terlihat kutunggu waktu nan berputar menanti kenyataan sampai larut penantian diam ombak beriak kecil gelisah gerimis pun jatuh perlahan-lahan pagut
Matahari memancar mengucapkan salam bayu berontak mengusik alam sekurun rindu selaut teduh memayungi warna nestapa saat bengkak hati segayung dendam membasahi jiwa ku memelukmu sebelum perjalanan
Gulana hanya raga ini belum lah mati seiring langkah makin jauh belaka walau jiwa ini terus meminta selalu menunggumu di sini sampai bahagia terang aku mulai terjaga mengemudi mimpi indah tak pernah kulupakan
(Pondok Petir, 21 Nopember 2015)